Mengapa Bisnis Pada Generasi Kedua dan Ketiga Sering Gagal?

Banyak perusahaan besar yang awalnya dibangun dari nol oleh pendiri yang penuh semangat dan ambisi. Mereka memulai dari dasar, bekerja tanpa kenal lelah, hingga akhirnya menciptakan bisnis yang sukses. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak dari bisnis keluarga ini menghadapi tantangan besar saat tiba di tangan generasi kedua atau ketiga.

Bisnis keluarga adalah salah satu fondasi ekonomi yang kuat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Banyak perusahaan besar yang awalnya dibangun dari nol oleh pendiri yang penuh semangat dan ambisi. Mereka memulai dari dasar, bekerja tanpa kenal lelah, hingga akhirnya menciptakan bisnis yang sukses. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak dari bisnis keluarga ini menghadapi tantangan besar saat tiba di tangan generasi kedua atau ketiga.

Istilah "generasi pertama membangun, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan" sering kali terdengar ketika membahas keberlangsungan bisnis keluarga. Hal ini bukanlah fenomena baru, tetapi sebuah kenyataan yang telah lama dihadapi oleh berbagai bisnis di seluruh dunia. Bahkan, menurut penelitian, hanya sekitar 30% bisnis keluarga yang berhasil bertahan ke generasi kedua, dan hanya 12% yang dapat berlanjut ke generasi ketiga.

Mengapa hal ini terjadi? Apa yang menyebabkan kegagalan bisnis keluarga di tangan generasi penerus? Artikel ini akan membahas secara mendalam fenomena tersebut, mencari tahu akar masalahnya, dan memberikan solusi untuk menjaga agar bisnis keluarga dapat bertahan hingga beberapa generasi.

Otomatisasi Bisnis Sekarang!

Fenomena "Generasi Ketiga Menghancurkan"

Fenomena "generasi ketiga menghancurkan" tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia. Banyak perusahaan besar yang berhasil dibangun oleh generasi pertama, kemudian berkembang pesat di tangan generasi kedua, tetapi mulai hancur atau gagal di bawah kendali generasi ketiga. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan hal ini terjadi.


1. Kehilangan Semangat Kerja Keras

Generasi pertama, yang memulai bisnis dari nol, umumnya memiliki etos kerja yang luar biasa. Mereka tumbuh dalam kondisi yang sering kali penuh tantangan, dan kesuksesan mereka datang dari hasil kerja keras dan ketekunan. Mereka memahami bahwa untuk mencapai sesuatu yang besar, dibutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan waktu.

Namun, saat bisnis tersebut sudah mapan dan menjadi sukses, generasi kedua dan terutama generasi ketiga sering kali tidak merasakan perjuangan yang sama. Mereka tumbuh dalam kenyamanan, menerima semua fasilitas dan kemewahan yang tidak dinikmati oleh generasi sebelumnya. Akibatnya, mereka tidak memiliki semangat kerja keras dan ketekunan yang sama seperti pendahulunya. Rasa aman karena warisan kekayaan membuat mereka cenderung manja dan kurang menghargai nilai dari kerja keras yang diperlukan untuk menjaga bisnis tetap berkembang.

2. Pendidikan yang Tidak Relevan dengan Bisnis

Salah satu penyebab utama kegagalan bisnis keluarga adalah ketika anak-anak dari generasi penerus mendapatkan pendidikan yang tidak sesuai atau tidak relevan dengan bisnis keluarga. Misalnya, jika seorang ayah membangun bisnis besar di industri manufaktur, tetapi anak-anaknya memilih jalur pendidikan yang tidak berhubungan, seperti kedokteran atau seni, maka akan ada kesenjangan pengetahuan yang signifikan ketika tiba saatnya untuk mengambil alih bisnis keluarga.

Ini bukan berarti pendidikan seni atau kedokteran tidak penting, tetapi dalam konteks bisnis keluarga, kurangnya keselarasan antara pendidikan anak-anak dan jenis bisnis yang mereka warisi sering kali menyebabkan masalah besar. Anak-anak tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup untuk menjalankan atau mengembangkan bisnis yang telah sukses. Akibatnya, mereka kesulitan untuk mengambil alih, dan sering kali bisnis tersebut stagnan atau bahkan hancur.

3. Kurangnya Pelibatan Sejak Dini

Banyak bisnis keluarga keturunan Tionghoa di Indonesia yang berhasil bertahan selama beberapa generasi karena anak-anaknya dilibatkan dalam bisnis sejak dini. Sejak kecil, mereka diajarkan untuk membantu di toko, berurusan dengan pelanggan, atau memahami proses operasional. Hal ini membuat mereka terbiasa dengan bisnis dan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bisnis keluarga berfungsi.

Sebaliknya, dalam banyak keluarga lain, anak-anak sering kali dijauhkan dari aktivitas bisnis. Mereka tumbuh dengan lebih banyak fokus pada sekolah dan kehidupan pribadi, tanpa terlibat secara langsung dalam bisnis keluarga. Akibatnya, ketika tiba saatnya mereka harus mengambil alih, mereka tidak memiliki pengalaman praktis yang cukup dan merasa asing dengan bisnis tersebut. Kurangnya keterlibatan sejak dini ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan bisnis keluarga di generasi berikutnya.

4. Perbedaan Visi Antar Generasi

Setiap generasi memiliki visi dan cara pandang yang berbeda terhadap bisnis. Generasi pertama mungkin memulai bisnis dengan tujuan sederhana, yaitu menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Generasi kedua mungkin melihat peluang untuk mengembangkan bisnis lebih besar dan lebih maju. Namun, ketika sampai pada generasi ketiga, visi ini sering kali kabur atau bahkan hilang.

Generasi ketiga sering kali tumbuh dalam kenyamanan finansial yang telah dibangun oleh generasi sebelumnya. Mereka mungkin tidak memiliki dorongan yang sama untuk bekerja keras atau mengembangkan bisnis lebih jauh. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan memilih untuk tidak terlibat sama sekali dalam bisnis keluarga, lebih memilih untuk mengejar karier atau minat pribadi yang berbeda. Ketidaksepakatan visi ini sering kali menyebabkan konflik internal dalam keluarga dan akhirnya mempengaruhi keberlangsungan bisnis.

5. Manajemen yang Tidak Profesional

Bisnis keluarga sering kali dikelola dengan cara yang lebih mengutamakan hubungan emosional daripada profesionalisme. Keputusan penting dalam bisnis kadang dibuat berdasarkan hubungan keluarga, bukan pada kompetensi atau kebutuhan bisnis. Misalnya, seorang anak mungkin diberi posisi penting dalam perusahaan hanya karena dia adalah anak dari pemilik, meskipun dia tidak memiliki keterampilan atau pengalaman yang memadai.

Manajemen yang tidak profesional ini dapat mengakibatkan keputusan-keputusan yang salah dan kurang tepat, yang pada akhirnya merugikan bisnis. Ketika bisnis mulai kehilangan arah dan tidak dikelola dengan baik, peluang untuk bertahan di tengah persaingan yang ketat menjadi semakin kecil.

Dapatkan Sekarang!

Keberhasilan Bisnis Keturunan Tionghoa: Apa yang Bisa Dipelajari?

Salah satu kelompok yang sering kali berhasil menjaga keberlangsungan bisnis keluarga adalah keturunan Tionghoa. Di Indonesia, banyak bisnis keturunan Tionghoa yang mampu bertahan hingga beberapa generasi dan terus berkembang. Apa rahasia di balik keberhasilan mereka? Ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari keberhasilan bisnis keturunan Tionghoa dalam menjaga keberlangsungan bisnis keluarga.


1. Pelibatan Anak dalam Bisnis Sejak Dini

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, banyak keluarga keturunan Tionghoa yang melibatkan anak-anak mereka dalam bisnis sejak usia dini. Anak-anak diajarkan untuk bekerja di toko, membantu produksi, atau memahami keuangan sejak kecil. Hal ini membantu anak-anak untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bisnis berfungsi dan membuat mereka lebih siap untuk mengambil alih di masa depan.

2. Pendidikan yang Relevan

Selain melibatkan anak-anak dalam bisnis, keluarga keturunan Tionghoa juga memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang relevan dengan bisnis keluarga. Mereka mengirim anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang mengajarkan keterampilan manajemen, keuangan, pemasaran, dan keterampilan lainnya yang penting untuk menjalankan bisnis. Dengan bekal pendidikan yang tepat, anak-anak mampu membawa inovasi dan ide-ide baru yang dapat mengembangkan bisnis lebih jauh.

3. Kombinasi Pengalaman Praktis dan Pendidikan Formal

Selain pendidikan formal, pengalaman praktis juga sangat penting. Anak-anak dari keluarga keturunan Tionghoa sering kali diajarkan untuk langsung terjun ke lapangan, mengamati bagaimana bisnis dijalankan, dan terlibat dalam pengambilan keputusan penting. Kombinasi antara pengalaman praktis dan pendidikan formal ini membuat mereka memiliki pengetahuan yang komprehensif dan kemampuan untuk menjalankan bisnis dengan baik.

4. Keterbukaan terhadap Inovasi

Meskipun keluarga keturunan Tionghoa sering kali mempertahankan tradisi bisnis yang sudah ada, mereka juga terbuka terhadap inovasi dan teknologi baru. Anak-anak dari generasi penerus diajarkan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan perubahan tren pasar untuk mengembangkan bisnis keluarga. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman ini adalah salah satu kunci keberhasilan dalam menjaga bisnis tetap kompetitif dan relevan di pasar.

5. Penerapan Manajemen Profesional

Salah satu keunggulan bisnis keluarga keturunan Tionghoa adalah kemampuan mereka untuk menggabungkan manajemen keluarga dengan manajemen profesional. Mereka tidak ragu untuk merekrut tenaga profesional dari luar keluarga jika dibutuhkan, dan keputusan-keputusan bisnis didasarkan pada analisis dan kebutuhan perusahaan, bukan sekadar hubungan emosional.

Hubungi Kami Sekarang!

Solusi untuk Menjaga Keberlangsungan Bisnis Keluarga

Untuk menjaga keberlangsungan bisnis keluarga hingga beberapa generasi, ada beberapa langkah yang bisa diambil:


1. Libatkan Anak dalam Bisnis Sejak Dini

Melibatkan anak-anak dalam bisnis sejak usia dini sangat penting untuk memastikan mereka memiliki pemahaman dan keterikatan emosional dengan bisnis. Ini juga membantu mereka mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan bisnis.

2. Berikan Pendidikan yang Relevan

Pastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan bisnis keluarga. Jika bisnis bergerak di industri tertentu, arahkan mereka untuk mempelajari bidang yang dapat mendukung bisnis tersebut, seperti manajemen, pemasaran, atau teknologi.

3. Berikan Pengalaman Praktis

Pengalaman praktis sangat penting untuk melengkapi pendidikan formal. Anak-anak harus diberikan kesempatan untuk terlib

at langsung dalam operasional bisnis, sehingga mereka memahami tantangan nyata yang dihadapi oleh bisnis tersebut.

4. Penerapan Manajemen Profesional

Meskipun bisnis keluarga, penting untuk menerapkan manajemen profesional. Jangan ragu untuk merekrut tenaga ahli dari luar jika diperlukan, dan pastikan keputusan bisnis dibuat berdasarkan analisis yang objektif, bukan hanya karena hubungan keluarga.

5. Terbuka terhadap Inovasi

Dunia bisnis terus berubah, dan perusahaan yang tidak beradaptasi dengan perubahan tren dan teknologi akan tertinggal. Generasi penerus harus diajarkan untuk terbuka terhadap inovasi dan siap mengadopsi teknologi baru yang dapat membantu mengembangkan bisnis.

6. Hindari Memberikan Privilege Berlebihan

Memberikan terlalu banyak kemewahan atau privilege kepada anak-anak tanpa mengajarkan mereka nilai-nilai kerja keras dapat berakibat buruk. Pastikan anak-anak mengerti bahwa untuk mempertahankan bisnis, diperlukan dedikasi, kerja keras, dan pemahaman mendalam tentang bisnis itu sendiri.


Kesimpulan

Menjaga keberlangsungan bisnis keluarga bukanlah hal yang mudah, terutama ketika menghadapi perbedaan visi dan semangat kerja antar generasi. Fenomena "generasi ketiga menghancurkan" adalah kenyataan yang banyak dihadapi oleh bisnis keluarga di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, dengan strategi yang tepat, bisnis keluarga dapat tetap bertahan dan berkembang hingga beberapa generasi.

Pelibatan anak-anak dalam bisnis sejak dini, memberikan pendidikan yang relevan, dan menerapkan manajemen profesional adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil untuk menjaga agar bisnis keluarga tetap sukses. Pada akhirnya, keberhasilan bisnis keluarga sangat bergantung pada bagaimana generasi penerus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan mengambil alih bisnis dengan dedikasi serta inovasi.